Jangan Sampai Bonus Demografi itu Jadi Bencana

Gambar dari nutricia.co.id Berapa jumlah penduduk Indonesia saat ini? Berapa dari antaranya berusia produktif? Bagaimana tren jumlah penduduk usia produktif dalam beberapa tahun mendatang? Demikian sejumlah pertanyaan krusial yang mengemuka di tengah wacana soal bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia. Para ahli memprediksi, tahun 2030 mendatang, Indonesia akan mengalaminya. Apakah hal tersebut benar akan terjadi? Mengacu tren yang ada, prediksi tersebut tampaknya tidak akan meleset. Pada tahun tersebut, jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia non produktif (65 tahun ke atas), sebagaimana pengertian dasar dari bonus demografi itu. Namun demikian, muncul pertanyaan penting lainnya. Apakah situasi tersebut bakal dinikmati dan dimanfaatkan sebagai “bonus” yang produktif? Atau jangan-jangan bonus tersebut bakal tak memberikan dampak apa-apa, atau malah berbalik menjadi petaka? “Middle income trap” adalah salah satu dari ancaman bencana itu. Refleksi terhadap sederet pertanyaan ini kembali bergaung saat mengikuti acara yang diselenggarakan Danone Indonesia pada Senin, 14 Desember 2020 lalu. Pada kesempatan itu, Danone menggemakan program penting untuk para remaja yang disebut GESID, Generasi Sehat Indonesia. Acara berupa webinar itu dihadiri oleh Drg. Kartini Rustandi, M.Kes (Sesditjen Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI), Prof. Dr. Ir. Sri Anna Maryati, Msi (Ketua Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB), Vera Galuh Sugijanto (VP general Secretary Danone Indonesia), Karyanto Wibowo (Sustainable Development Director Danone Indonesia) dan Sharla Martiza (Pemenang The Voice Kid 2017).
Sesuai tajuk acara, “Edukasi Gizi dan Kesehatan bagi Remaja SMP dan SMA" kesempatan ini dimanfaatkan untuk sosialisasi berbagai hal penting untuk menyambut bonus demografi itu. Kaum remaja, baik SMP maupun SMA, diajak untuk memperhatikan gizi dan kesehatan secara baik. Program GESID, yang dicanangkan Danone bersama FEMA IPB, memuat tools edukasi berup “Buku Panduan GESID.” Sebagaimana paparan Prof. Dr. Ir. Sri Anna Maryati, di dalamnya berisi modul interaktif untuk memudahkan proses edukasi kepada para remaja, dan di antara para remaja. Harapannya, para remaja semakin sadar dan paham mengenai berbagai hal seputar gizi seimbang, kesehatan, dan pembentukan karakter. Selain itu, dari setiap sekolah di Indonesia akan lahir duta-duta GESID. Jaga Potensi Karyanto Wibowo menekankan pentingnya kita menjaga potensi untuk memanfaatkan bonus demografi itu. Jangan sampai kesempatan emas itu lenyap. Jangan sampai kita menghadapi situasi itu tanpa persiapan. Mengapa demikian? Muncul kekhawatiran terkait aneka permasalahan gizi dan kesehatan yang masih terjadi di kalangan remaja saat ini. Data (Riskesdas, 2013) mencatat, remaja di Indonesia masih rentan mengalami masalah di antaranya anemia (22,7%) dan defisiensi energi berat (52,5%). Masalah terakhir itu terkait dengan rendanya konsumsi energi (kurang dari 70 %) dalam makanan yang dikonsumi saban hari. Untuk itu, GESID yang dicetuskan Danone menjadi salah satu terobosan antisipatif untuk menciptakan generasi sehat Indonesia. Nah, GESID berisi panduan-panduan yang terangkum dalam tiga pilar utama. Pertama, Aku Sehat. Remaja berada di periode pertumbuhan. Penting untuk tetap menjaga gizi seimbang agar proses tumbuh-kembang berjalan optimal. Tidak sedikit remaja yang mengalami kekurangan gizi, atau sebaliknya, memiliki bentuk tubuh yang kurang ideal. Pedoman gizi seimbang bisa menjadi acuan. Mengkonsumsi aneka ragam pangan, membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik, dan memantau berat badan secara teratur untuk menjaga berat badan normal, adalah pilar-pilarnya. Selain pedoman gizi seimbang, panduan “Isi Piringku” dari Kementerian Kesehatan bisa menjadi acuan. Program ini diluncurkan untuk menekan angka stunting dan obesitas di Indonesia. Tentu dengan mengikuti pedoman tersebut para remaja pun terhindar dari kedua masalah itu. Tambahan lagi, untuk remaja perempuan, perlu mengkonsumsi zat besi agar terhindar dari anemia yang bisa berdampak pada kesehatan saat hamil dan melahirkan kelak. Kedua, Aku Peduli. Melalui pilar ini diharapkan para remaja semakin terpupuk kepedulian terhadap sesama, juga pada diri sendiri. Agar bisa peduli pada sesama, pertama-tama remaja harus menunjukkan dan menjaga kepedulian pada diri sendiri. Bagaimana bisa peduli pada sesama bila diri sendiri diabaikan? Penting memupuk kepedulian tersebut sejak dini, terutama terkait hal-hal reproduksi. Seorang remaja harus sadar dan tahu bagaimana merawat kesehatan reproduksi. Tujuannya tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi lebih dari itu, sebagai bekal persiapan menjadi orang tua nanti. Ketiga, Aku Bertanggungjawab. Remaja diarahkan untuk lebih bertanggung jawab terhadap masa depannya melalui pemahaman yang baik terhadap setiap masalah sosial yang ada. Salah satu fenomena yang marak terjadi adalah pernikahan dini. Sebanyak 23 persen remaja Indonesia terjebak dalam labirin pernikahan dini.
Agar rantai tersebut tidak semakin panjang, para remaja harus memahami dampak dari pernikahan diri sehingga bisa lebih bertanggung jawab dalam pergaulan. Selain itu, pilar ini mengarahkan remaja untuk menjadi sosok yang berkarakter. Munculnya kualitas-kualitas positif dari seorang remaja berkarakter adalah sasaran yang ingin dicapai. Patut diakui, tidak sedikit remaja yang mengalami hal yang sama seperti Sharla Martiza. Siswa SMA yang juga pemenang ajang pencarian bakat The Voice Kids 2017 bersaksi. Ia pernah terjerembab dalam keraguan akan informasi yang valid dan kredibel di tengah rimba raya informasi. “Banyak remaja seperti aku yang sering merasa insecure dengan penampilan dan ingin punya tubuh yang lebih ideal. Selama ini, aku mencari tahu mengenai makanan sehat dari internet, tapi kadang ragu apakah yang tertulis di situ sudah benar.” Semoga kehadiran buku panduan GESID bisa menjawab kerinduan dan mengakhiri pencarian Sharla dan para remaja lainnya. Lebih jauh lagi, buku ini diharapkan menjadi peletak fondasi yang kuat untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia. Dan bonus demografi yang kita harapkan, tak berubah jadi bencana.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing