Mengurai Soal Akut Sampah Plastik, Saatnya Kita Berpindah Paradigma
Sampah yang menumpuk di pesisir Desa Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah /ANTARA FOTO/Aji Styawan |
Sampah, terutama sampah plastik adalah satu dari sejumlah
hal yang sedang aktual di tanah air. Meski tidak selalu ramai dibicarakan,
apalagi dijadikan fokus perhatian bersama, ikhwal sampah plastik adalah soal
yang selalu mengemuka dan belum juga terselesaikan.
Padahal, disadari atau tidak, sampah plastik adalah
persoalan krusial yang tengah kita hadapai. Oleh sebagian kalangan, persoalan
tersebut sesungguhnya telah mencapai level akut. Sambil berkaca diri dan merenungi
laku hidup sehari-hari, kita bisa melihat sejumlah data dan fakta yang terekam
dalam angka.
Dalam salah satu kesempatan lawatan ke Manado, Sulawesi
Utara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut B Panjaitan, mengatakan
Indonesia menempati peringkat kedua dalam hal pembuangan sampah plastik ke
laut.
Pernyataan tersebut berangkat dari data yang dibeberkan
Jenna Jambeck, profesor lingkungan dari University of Georgia, Amerika Serikat.
Luhut mengatakan kontribusi sampah kita ke laut mencapai 187,2 juta ton. Angka
tersebut sedikit lebih kecil dari China yang berada di posisi teratas dengan
262,9 juta ton sampah plastik.
Bila diperinci, saban tahun sekitar 2,13 juta ton sampah
plastik yang kita hasilkan dibuang begitu saja. Sebanyak 44 persen dari total
sampah plastik itu kemudian mencemari lingkungan. Hal ini dikemukakan oleh Guru
Besar Pengelolaan Udara dan Limbah Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr.
Enri Damanhuri.
Situasi ini tidak lepas dari tingginya konsumsi plastik
masyarakat Indonesia. Rerata dalam setahun setip penduduk Indonesia mengonsumsi
15 kilogram (kg) sampah. Sayangnya, tingginya penggunaan sampah plastik tidak
dibarengi dengan kesadaran penggunaan sampah. Sampah masih dilihat sebagai
barang sisa yang tidak bernilai guna. Alih-alih dimanfaatkan, sampah kemudian
dibuang begitu saja, termasuk tidak pada tempatnya.
Masih mengutip Prof. Dr. Enri Damanhuri, dari total sampah
plastik nasional, baru 36 persen yang dapat diambil dan dikumpulkan oleh Dinas
Kebersihan dan Dinas Lingkungan Hidup dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA). Selanjutnya, baru 20 persen yang masuk ke dalam sistem informal seperti
bank-bank sampah untuk didaur ulang (recycle).
Andaisaja sampah-sampah plastik itu bisa dimanfaatkan dengan
baik nilai ekonominya sangat tinggi. Bila ditotal angkanya bisa mencapai Rp 2,2triliun. Angka tersebut disebut oleh Zainal Abidin dari Program Studi Teknik
Kimia Fakultas Teknologi Industri ITB.
Angka fantastis itu sesungguhnya berangkat dari perhitungan
sederhana. Mengandaikan harga sampah plastik seperti botol minuman Rp 600 per
kilogram, lantas dikalikan jumlah penduduk sebanyak 250 juta dengan tingkat
konsumsi masing-masing individu 15 Kg.
Kita tentu tidak ingin nama Indonesia terus berada di papan
atas klasemen penyumbang sampah plastik terbanyak. Selain bukan sesuatu yang
patut dibanggakan, mengurangi penggunaan dan pemanfaatan secara bijak sampah
plastik adalah isu-isu penting yang dituntut pelaksanaannya.
Pemerintah telah menyatakan perang terhadap sampah plastik
demi pembangunan ekonomi secara berkelanjutan. Status Indonesia sebagai negara
maritim dituntut untuk mengambil peran terdepan dalam upaya-upaya konservasi,
alih-alih pengrusakan ekosistem kelautan.
Bila tidak segera bertindak, maka impian pemerintah untuk
mengurangi sampah plastik hingga 70 persen pada 2025 tak ubahnya pungguk
merindukan bulan. Sebuah cita-cita yang tinggal tetap sebagai impian, malah
berubah menjadi bencana.
Sampah plastik memerlukan waktu puluhan tahun untuk terurai. Kantong plastik misalnya, baru bisa terurai dalam rentang 10-20 tahun. Bila perilaku membuang sampah sembarangan dan begitu saja masih dipelihara, maka jumlah sampah plastik yang bermuara ke lautan akan semakin terakumulasi.
Sejumlah kajian menunjukkan bila tidak ada perubahan mendasar, maka pada 2025 kawasan perairan atau lautan di Indonesia akan menjadi lautan sampah. Jumlahnya akan melampaui persediaan ikan yang ada dengan komposisi tiga berbanding satu. Sungguh mengerikan, bukan?
Semangat 3R
Soal sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
semata. Tidak cukup seruan perang terhadap sampah plastik bila tidak mendapat
dukungan dari para pelaku industri dan masyarakat luas. Gagasan mengurangi
penggunaan tas plastik dan mendorong penggunaan plastik dari bahan alternatif
tidak akan berhasil bila tidak direalisasikan bersama.
Kita sebenarnya sudah diingatkan terus-menerus untuk
menerapkan sistem 3 R yakni Reuse,
Reduce, dan Recycle sebagai salah
satu solusi terhadap persoalan sampah. Penerapannya bisa dilakukan siapa saja,
kapan saja dan dimana saja.
Sistem ini mengajak kita untuk menggunakan kembali sampah yang masih bisa digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya (Reuse). Sejauh dapat kita menghindari atau setidaknya mengurangi (Reduce) penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak lingkungan. Bila tidak membutuhkan sesuatu yang baru kita bisa menggunakan barang yang ada. Barang-barang yang ada pun sejauh dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin agar tidak mubazir.
Selain itu sampah yang dihasilkan
tidak lantas dibuang begitu saja. Sampah bisa dimanfaatkan dengan didaur ulang
(Recycle). Entah sampah organik
maupun nonorganik bisa dimanfaatkan kembali melalui berbagai cara pemanfaatan. Sebagai
contoh, botol plastik air minum bisa dipakai sebagai pot tanaman. Kertas-kertas
bekas pakai bisa dimanfaatkan kembali menjadi kertas atau karton. Sementara itu,
sampah organik dari dedaunan dan rumput misalnya, bisa diolah menjadi kompos.
Menuju ekonomi sirkular
Selain menggelorakan kembali
semangat 3R di kalangan masyarakat luas, pada tataran dunia industri berkembang
konsep ekonomi sirkular yang merupakan terjemahah dari “circular economy.” Konsep
ini hadir di antaranya untuk menyerukan pemanfaatkan sumber daya secara baik.
Secara sederhana, ekonomi sirkular merupakan sistem ekonomi yang bertujuan meminimalkan limbah dan sebaliknya memanfaatkan setiap sumber daya sebaik mungkin. Kehadirannya merupakan antitesis dari pendekatan ekonomi linear yang terkenal dengan siklus produksi “ambil-buat-buang” atau take-make-waste.
Bila dalam sistem linear
tradisional sumber daya yang telah dipakai lantas menjadi barang bekas, tidak
demikian dengan ekonomi sirkular. Limbah sumber daya bisa dimanfaatkan kembali,
sementara emisi dan kebocoran energi diminimalisasi. Cara-cara yang ditempuh
pun bermacam-macam mulai dari pemeliharaan, perbaikan, penggunaan kembali,
hingga daur ulang.
Konsep ini muncul melalui perjalanan panjang, hingga sulit
dicarikan akar yang pasti. Pada 1989 ekonom lingkungan Inggris, David W.Pearce
dan R.Kerry Turner membuat pemodelan yang membuatnya menjadi lebih jelas. Mereka
menemukan kealpaan dan titik lemah dalam ekonomi terbuka tradisional. Mereka
mendapati kenyataan bahwa daur ulang dari setiap aktivitas produksi belum
menjadi perhatian. Di sisi lain, lingkungan semata-mata dilihat sebagai
reservoir limbah.
Siklus linear ini berangkat dari dan ditopang oleh
ketergantungan pada cadangan sumber daya yang terbatas untuk menghasilkan
produk yang berusia pendek. Karena berumur pendek tak heran setiap produk itu
kemudian segera berakhir di tempat pembuangan sampah tak lama setelah dipakai.
Pendekatan satu arah ini kemudian memantik kehadiran ekonomi sirkular atau melingkar yang menjadikan sistem bekerja serupa organisme dengan siklus yang tak berujung. Bila digambar dalam diagram, ia akan mengambil bentuk “loop tertutup” dengan rantai tak terputus.
Penerapan pendekatan ini nyata dalam kehadiran produk yang
bertahan lebih lama atau barang-barang yang ada bisa digunakan kembali. Muara
dari pendekatan ini antara lain mengurangi pemborosan, menekan produksi limbah
dan polusi di satu sisi dan melestarikan sumber daya di sisi berbeda.
Konsep ini masih bisa dijabarkan secara panjang lebar,
dengan berbagai macam aliran yang berkembang dan kritik yang menyertainya. Terlepas
dari itu, sudah banyak industri yang mengadopsi konsep ini, mulai dari industri
tekstil, konstruksi atau infrastruktur hingga logistik.
Salah satu perusahaan yang berkomitmen pada kelestarian alam
dan menerapkan model ekonomi sirkular adalah Danone-AQUA. Perusahaan ini
merupakan pelopor Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menjadikan
keberlangsungan lingkungan dan inovasi sebagai prioritas.
Perwujudan nyata dari semangat tersebut adalah kehadiran
kemasan botol plastik 100 persen hasil daur ulang. Patut dicatat, botol AQUA
ini merupakan botol pertama di Indonesia yang 100 persen dibuat dari plastik
daur ulang dan 100 persen bisa didaur ulang kembali.
Peluncuran botol AQUA 100 persen bisa didaur ulang/aqua.co.id |
Botol AQUA 100 persen bisa didaur ulang ini terbuat dari
botol plastik bekas AQUA yang telah dipilah, dibersihkan, dicacah lantas diproses
dengan menggunakan teknologi tinggi menjadi material pellet atau recycled PET. Recycle PET itu menjadi bahan baku botol
baru AQUA 100% Recycled.
AQUA menjamin kualitas keamanan dalam pembuatan produk ini
karena menerapkan standar keamanan yang tinggi. Selain itu telah memenuhi semua
standar yang ditetapkan pemerintah.
Sebelumnya, AQUA telah menerapkan 70 persen bisnis galon
yang dapat digunakan kembali. Tidak sampai di situ, AQUA juga tidak lagi
menggunakan segel plastik pada tutup botolnya.
Inovasi yang dilakukan ini merupakan bagian dari komitmen
perusahaan untuk memakai 50 persen bahan recycled PET dan menjadi 100 persen
dapat didaur ulang, dipakai ulang dan mudah terurai pada tahun 2025. Hal
tersebut menjadi bagian dari kontribusi perusahaan untuk ikut mengurangi sampah
plastik di lautan hingga 70 persen pada 2025 nanti.
Saat ini Danone-AQUA sedang mengkampanyekan program “BijakBerplastik.
Program yang diluncurkan sejak pertengahan 2018 itu berpusat pada tiga pilar
utama yakni pengembangan infrastruktur pengumpulan sampah, edukasi konsumen,
dan inovasi produk.
Dalam aspek infrastruktur pengumpulan sampah, sejak 2010, Danone-AQUA telah mendukung bisnis sosial yang difokuskan pada pengumpulan plastik inklusif di tanah air. Perusahaan ini bekerja sama dengan komunitas pengumpul sambah dan bank sampah. Sebanyak 12 ribu ton sampah per tahun telah dikumpulkan untuk didaur ulang melalui enam pusat pengumpulan.
Selain itu, AQUA terlibat aktif dalam mengedukasi masyarakat
terkait pengolahan sampah plastik. AQUA juga memfasilitasi para konsumen di
Bali khususnya untuk berpartisipasi membuang sampah botol plastik dalam drop
box Danone-AQUA yang ada di CocoMart dan lokasi lain.
Informasi bagi masyarakat Bali, saat ini tersedia sejumlah
drop box Danone-AQUA yang ada di Coco Supermarket Ubud,
Coco Supermarket Batubulan,
Coco Supermarket Jimbaran,
Coco Mart Taman Griya dan Coco Mart Mumbul.
Penampakan drop box Danone-AQUA/twitter.com/aqua_lestari |
Sejumlah terobosan yang telah dilakukan Danone-AQUA adalah
sebagian kecil dari langkah besar yang dibutuhkan untuk mengurai persoalan
sampah plastik di tanah air. Sebagaimana dikatakan Direktur PT Tirta Investama
(Danone-AQUA) Corine Tap, untuk mengatasi soal tersebut dibutuhkan kerja sama
dan kerja bersama semua elemen.
“Kami bertujuan untuk membuat seluruh kemasan kami dapat
didaur ulang pada 2025. Hal ini dapat diimplementasikan melalui kolaborasi
dengan seluruh pemangku kepentingan. Dukungan dan kesadaran pelaku industri dan
konsumen Indonesia sangat penting untuk memulai kebiasaan dalam menggunakan
produk daur ulang,” papar Corine.
Kita berharap para pelaku industri lainnya bisa mengikut
langkah Danone-AQUA. Sementara itu masyarakat dan konsumen bisa ikut ambil bagian
dengan berbagai langkah sederhana melalui penerapan laku “BijakBerplastik
melalui sistem 3R.
Memilah sampah sesuai jenis agar mudah didaur ulang,
membuang sampah botol plastik pada tempatnya termasuk ke smart drop box AQUA
yang telah tersedia, hingga menggunakan produk hasil daur ulang dan bisa didaur
ulang seperti botol plastik AQUA.
Sebagai informasi, botol AQUA 100% bisa didaur ulang sudah diluncurkan di Bali dengan harga rekomendasi ritel sebesar Rp 8000. Masyarakat Bali bisa mendapatkan produk ini di supermarket, hotel, kafe dan restauran terpilih.
Produk tersebut akan tersedia di pasaran secara bertahap.
Harapannya, produk itu sudah bisa dinikmati warga Jakarta pada semester 2 2019.
Kita berharap produk hasil inovasi Danone-AQUA ini bisa mendapat sambutan dari
masyarakat luas sebagai bagian dari upaya untuk menekan produksi sampah plastik
dan memberikan keseimbangan pada kebutuhan hidrasi sehat dan pelestarian
lingkungan.
Sudah saatnya kita meninggalkan konsep“take-make-dispose.”
Mari menggelorakan laku “reduce-reuse-recycle” dan beralih pada paradigma
ekonomi sirkular “make-use-return”. Setelah “dibuat” dan “digunakan” produk tidak langsung
dibuang tetapi didaur ulang untuk digunakan kembali.
Selamat siang untuk semuanya, nama saya Steven Nesty Binti, saya ingin membagikan kesaksian hidup saya yang sebenarnya di sini di platform ini agar semua pencari pinjaman berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet
ReplyDeleteSetelah beberapa lama mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan terus ditolak, saya memutuskan untuk mengajukan pinjaman online tetapi saya ditipu dan kehilangan Rp10,7 juta, untuk seorang pria di Afrika.
Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, sehingga saya berdiskusi dengan teman saya Bu Tieka Melawati (tiemelaw@gmail.com) yang kemudian memperkenalkan saya dengan Bu Deborah, Manajer Kantor Pinjaman AVANT, sehingga teman saya meminta saya untuk memproses pinjaman saya dengan Nyonya Deborah. Jadi saya menghubungi Bu Deborah melalui email: (avantloanson@gmail.com) dan juga di WhatsApp: +6281334785906
Saya mengajukan pinjaman Rp 380 juta dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui dengan mudah tanpa tekanan dan semua persiapan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan jaminan untuk pengalihan pinjaman tersebut, Saya diberitahu untuk mendapatkan sertifikat perjanjian lisensi untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari satu setengah jam, uang pinjaman saya dimasukkan ke rekening bank saya.
Saya pikir itu bercanda sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa rekening saya sudah dikreditkan Rp380 juta. Saya sangat senang akhirnya Tuhan menjawab doa-doa saya dan Dia telah memberikan keinginan hati saya.
Semoga Tuhan memberkati Bu Deborah untuk memberikan kehidupan yang adil bagi saya, maka dari itu saya berpesan kepada siapapun yang berminat mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Bu Deborah melalui email:
(avantloanson@gmail.com)
Melalui WhatsApp:
+6281334785906 untuk pinjaman Anda
Akhirnya, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa kepada Tuhan untuk melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: (nestybintisteven@gmail.com) Salam