Bukti Bakti dan Dedikasi Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan


Hendra dan Ahsan di podium tertinggi Malaysia International Challenge 2018/@AntoAgustian
Senyum kecil mengembang dan keduanya pun saling memberikan selamat. Tidak ada selebrasi berlebihan. Itulah yang terjadi saat Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan memastikan kemenangan atas Aron Chia dan Soh Wooi Yik di babak final Malaysia International Challenge 2018. Bermain selama 47 menit, pasangan ganda putra kawakan itu mengunci kemenangan rubber set, 21-17, 17-21, 21-19.

Itulah satu-satunya gelar yang bisa dibawa pulang tim Indonesia, setelah pasangan muda Andika Ramadiansyah/Mychelle Crhystine Bandaso gagal menumbangkan wakil tuan rumah, Chen Tang Jie/Peck Yen Wei di nomor ganda campuran. Andika dan Mychelle menyerah setelah bertarung tiga set dengan skor akhir 21-12, 21-23, 13-21.

Tidak seperti biasa Hendra dan Ahsan mengeluarkan ekpresi sedatar itu usai memastikan gelar di sebuah turnamen. Coba bandingkan euforia keduanya setelah mengalahkan Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa dari Jepang di partai final All England empat tahun silam. Setelah memastikan kemenangan straight set 21-19, 21-19, Ahsan langsung menjatuhkan tubuhnya. Telentang sambil mengepalkan tangan kanan dan tangan kiri menggenggam erat raket. Kali ini reaksi “Daddies” tidak sedramatis itu. Dan memang tidak ada yang salah dengan selebrasi itu.

Kemenangan di Birmingham, Inggris empat tahun lalu memang pantas dirayakan dengan meluap-luap. Gradasi dan gengsi turnamen itu jauh lebih tinggi dan momentum serta atmosfernya lebih mendalam ketimbang yang terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu, 22 April 2018. Apalah artinya sebuah turnamen level International Challenge dibandingkan dengan Super Series Premier atau sekarang masuk level Premier of Premier. Bila International Challenge masuk level 6, maka All England berada empat strip di atasnya. International Challenge dua tingkat dari kasta terendah dalam tingkatan tur senior BWF setelah International Series dan Future Series, sementara All England berada di level kedua setelah Kejuaraan Dunia dan Super Series Finals.

Hendra dan Ahsan tidak ambil pusing harus turun kelas. Memang bukan level keduanya untuk bermainn di turnamen seperti itu. Pasangan ini sudah meraih hampir semua gelar individu bergengsi mulai dari Super Series, Super Series Premier, Super Series Finals hingga Kejuaraan Dunia. Seakan menyingkirkan segala prestasi dan nama besar, mantan ganda nomor satu dunia ini mau beradu dengan para pemain muda yang sedang mencari panggung.

Di sinilah letak kelebihan keduanya. Sempat berpisah setelah salah satu memutuskan keluar dari tim nasional, keputusan yang kemudian diubah, mereka akhirnya kembali bersatu. Mereka mulai merangkak dari bawah karena kejayaan yang pernah diraih tidak bersifat kekal. Mereka harus mulai dari tahap bawah untuk mengumpulkan poin demi poin agar bisa memperbaiki peringkat.

Bulu tangkis menjadi salah satu cabang olahraga yang benar-benar menjunjung tinggi sportivitas. Maksudnya, cabang olahraga ini tidak menggaransi prestasi secara instan. Untuk berada di puncak, seorang pemain atau pasangan harus meniti setapak demi setapak dari level terbawah. Mereka harus berkompetisi dan terus bersaing dengan para pemain atau pasangan lain. Selain trofi dan hasil akhir di turnamen, buah perjuangan itu menyata dalam peringkat dunia. Itulah yang saat ini sedang dikejar lagi oleh Hendra dan Ahsan. Karena “perceraian: yang pernah terjadi maka peringkat dunia mereka pun ikut melorot.

Tampilnya Hendra dan Ahsan di turnamen dengan total hadiah minimal 5000 USD itu menunjukkan semangat mereka yang belum juga padam. Mereka sepertinya masih haus gelar. Mereka masih ingin ambil bagian dalam percaturan bulu tangkis dunia yang kini disarati para pemain muda. Mereka seakan ingin melecut pasangan-pasangan muda Indonesia termasuk menantang penguasa sektor ini, Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo,

Lebih dari itu Ahsan dan Hendra menunjukkan kecintaan pada cabang olahraga yang telah membesarkan keduanya. Cinta mereka pada bulu tangkis belum juga pudar. Untuk itu mereka rela turun kasta, memulai lagi dari awal. Hal mana yang dipersyaratkan bila ingin terus eksis di kancah bulu tangkis internasional.

Memulai lagi dari bawah, meski pernah lama berpasangan dengan sederet gelar dan prestasi, dengan sendirinya merekatkan kembali “chemistry” dan menenun kembali kekompakkan. Meski semakin termakan usia, semangat dan dedikasi mereka tak juga memudar. Keduanya justru melakukan gerak yang tidak biasa. Mereka memungut gelar dalam gerak terbalik. Setelah meraih hampir semua gelar individu prestisius, kini mereka justru memburu gelar “receh”. Bila diperhitungkan, tambahan satu gelar ini menjadikan mereka sebagai pasangan istimewa, tidak hanya dalam sikap tetapi juga koleksi gelar. Hendra dan Ahsan menjadi sedikit pasangan yang mampu mengoleksi nyaris semua gelar mulai dari level International Challenge, Grand Prix Gold, Super Series Premier, Super Series Finals hingga Kejuaraan Dunia.

Gelar juara yang diboyong dari Kuala Lumpur ini diharapkan menambah perbendaharaan poin sehingga peringkat dunia pun semakin membaik. Saat ini pemilik dua gelar juara dunia itu berada di rangking 80 dunia. Dari sini mereka harus merangkak untuk bersaing lagi di pentas elite dunia. Meski berat semangat yang diperlihatkan sedikit banyak membangkitkan optimisme. Walau susah bersaing dengan para pemain muda yang jauh lebih enerjik, setidaknya keduanya akan terus berjuang sampai titik penghabisan.

Setelah ini, mereka akan tampil di Kejuaraan Bulu Tangkis Asia yang berlangsung di Wuhan, China, 24-29 April 2018. Tidak main-main, ketika ditanya target mereka di kejuaraan bernama lain Badminton Asia Championships itu, mereka mantap menjawab: semi final. Artinya mereka akan bertemu pasangan-pasangan muda baik para juniornya di Pelatnas, maupun dari Jepang, Korea Selatan, dan China. Apakah target itu bakal mewujud? Dengan mematok target tinggi itu, Hendra dan Ahsan tidak hanya menebar ancaman kepada para pemain muda, tetapi lebih dari itu memancarkan sesuatu yang melebihi gelar yakni bakti dan dedikasi.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing